Takbir

Ruang Bercerita

 

Takbir

Suara takbir menggema memenuhi ruang kosong, menenggelamkan diri dalam balutan doa-doa yang tercurah pada seisi alam. Menumbuhkan rasa rindu pada suatu tempat, ada kerinduan ingin menginjakkan kaki kembali.

Terasa terbang menembus langit melewati gumpalan yang terlihat indah di muka bumi. Suara takbir terdengar begitu jelas dan dekat. Kerinduan semakin membuncah. Bekal diri belumlah cukup, bila harus dekat maka akan dekat, kekuasaan sang Pencipta akan berjalan.

 

Tangan ini memegang buku usang, terlihat usang, buku itu untuk seumur hidup, tertulis catatan kehidupan, tulisan begitu rapih dan belum pernah melihat tulisan serapih itu. Catatan buruk sedang berusaha diperbaiki, meski dicibir tak mengapa, hanya pemilik rasa bisa merasakannya.

Terduduk di tempat sunyi, menyaksikan semuanya, buku usang penuh makna masih dalam genggaman, tak perlu melihat kebaikan diri dan lupakan kebaikan yang pernah diberikan pada orang lain, anggap tidak ada, biar tidak terbersit kesombongan, membakar amal kita seperti kayu bakar yang bisa menghanguskan.

 

Keburukan yang perlu diingat agar mawas diri, siapa diri kita? Manusia yang hidup dari setetes cairan, semua sama, tak perlu ada rasa sombong kita lebih baik dari yang lain. Buruk di mata manusia belum tentu buruk di mata Tuhan, penilaian manusia seringkali salah dan timbul praduga.

Menunggu, jika harus menunggu akan menunggu, diam lebih baik bila mengutarakan menjadi bara. Kembali terduduk di tepian rasa. Memegang ucapan, terucap.

 

Satu keping puzzle menutup cerita, tertata cerita utuh, tidak semua mata dapat memahami cerita itu, manusia pilihan dapat membacanya secara utuh.

 

Seekor kucing dibalik jendela pergi entah ke mana, ketika yang dijaganya telah ada yang menjaga, ia percayakan semuanya pada sosok yang datang  dan ia  pergi dengan hati lapang, dititipkan pada yang tepat. Seekor kucing itu memantau setiap malam tidak sendiri, ada sosok lain yang selalu memantau disebelahnya.

 


Suara takbir masih menggema, ketika buku itu terbuka, terlihat catatan dengan tulisan yang begitu rapi, harus bangun! Catatan perjalanan yang harus dilakoni. Percaya dan terus berjalan. Terucap yang pernah didengar tercatat di buku itu, takdir.

 

Adsn1919

 

 Kembali

Halaman
1

 © 2020-2023 - Apriani1919.com. All rights reserved

Rumah Fiksi 1919
Rumah Fiksi 1919 Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

4 komentar untuk "Takbir"

  1. Terima kasih untuk catatannya yang indah dan menyentuh hati ini mbak Din. Salam hangat ya🙂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama dan terimakasih juga sudah mampir di blog ini 🙏 salam hangat kembali 🙏

      Hapus
  2. Buhj, tulisaanya selalu menggugah, keren! Salam sono

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hatur nuhun Bu Nia, muhun sono pisan tos lami teu tepang 🙏

      Hapus

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

DomaiNesia
Template Blogger Terbaik Rekomendasi