Pepaya Susu

Ruang Bercerita

Hujan turun tipis-tipis, udara sore terasa sejuk. Aku menikmati segelas pepaya yang campur susu kental manis, sambil mengenang nenek tercinta. Pelan-pelan aku nikmati pepaya yang aku campur susu kental manis. 

Sambil menikmati pepaya yang dicampur susu, aku menulis kisah masa kecilku ketika sedang sakit parah yang hampir merenggut nyawaku. Seandainya aku bisa memilih, aku ingin tiada sendari kecil dulu ketika masih murni dan belum banyak dosa. 


***

Tiga puluh tahun yang lalu, gadis kecil berusia 7 tahun tergolek lemah, badannya panas tinggi, gadis itu hanya dirawat di rumah, sakitnya hampir 2 bulan. Bapaknya bekerja siang malam untuk menghidupinya, gadis kecil itu diasuh oleh neneknya karena ibunya tiada. 

Gadis kecil itu terkena sakit parah sampai rambutnya rontok sampai hampir botak, mulutnya penuh sariawan sampai gadis kecil itu tidak mau makan, hampir satu minggu dia tidak bisa buang air besar, oleh nenek bapaknya disuruh mencari buah pepaya, saat itu buah pepaya sangat sulit di cari, sampai  di pasar pun  tidak ada buah pepaya. 

Bapak gadis itu tidak lelah mencari buah pepaya, sampai akhirnya dapat satu buah dan itupun jauh lokasinya dari rumah. Gadis kecil itu tidak mau makan buah pepaya karena mulutnya terasa pahit, nenek punya ide cemerlang, buah pepaya yang sudah dikupas dan di potong itu di hancurkan pakai garpu dalam gelas dan dicampur susu kental manis dan sedikit es batu. Gadis kecil itu lahap memakannya, nenek dan bapak tersenyum bahagia melihat gadis kecil itu makan. 

Selain sayur bayam bening yang dimakannya, buah pepaya dan susu kental sebagai penutupnya. Berkat ketelatenan sang nenek dan bapaknya, gadis kecil itu berangsur-angsur pulih kembali. 

Selama sakit, gadis kecil itu sering berimajinasi untuk menemani dalam kesendirian, saat neneknya sedang di dapur dan bapaknya  berangkat kerja, gadis kecil itu selalu bermain peran dan  dia berbicara dengan  bonekanya. Seringkali gadis kecil itu berperan menjadi guru, karena saat itu Bu guru agama menjadi idolanya. 


***

Aku mengaduk-aduk campuran pepaya dan susu yang sudah mulai berair, aku segera menghabiskan, tak terasa air mata ini mengalir. Mengingat masa kecilku dulu, pengalaman yang tak akan terlupakan seumur hidupku. 

"Terimakasih nenek, terimakasih bapak, berkat kalian aku masih ada sampai saat ini"


ADSN1919

 

 Kembali

Halaman
1

 © 2020-2023 - Apriani1919.com. All rights reserved

Rumah Fiksi 1919
Rumah Fiksi 1919 Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

2 komentar untuk "Pepaya Susu"

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

DomaiNesia
Template Blogger Terbaik Rekomendasi